KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan segala puji syukur kehadirat allah swt atas
terselesainya makalah sistem imun ,tentang Anatomi
fisiologi sistem imun.
Tanpa ridha dan kasih sayang serta petunjuk
dari-Nya tidak mungkin makalah ini dapat terselesaikan .
Selaras dengan
maksud pembelajaran ini , makalah ini difokuskan pada upaya pengembangan
kemampuan pemahaman tentang anatomi fisiologi persyarafan. Sajian materi yang
bersifat otentik , yakni yang bersumber dari media cetak , dan jaringan
informasi di dunia maya ( internet ),
diharapkan dapat berguna untuk semua pihak yang menggunakan makalah ini.
Makalah ini
hanyalah alat bantu yang tidak dapat bekerja sendiri , tanpa usaha keras dari
sumber daya manusia . Agar dapat dipahami dengan baik diperlukan adanya ketekunan,
keterampilan, dan kemauan untuk selalu menggali setiap modul yang tersedia.
Akhir kata ,
kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Sistem imun,
untuk tugas yang telah diberikan pada kami sebagai pembelajaran secara berkelompok
.
Kami sepenuhnya
menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari sejumlah kekurangan. Untuk itu,
kami mengharapkan saran dan tanggapan untuk penyempurnaan makalah ini .
Bandar
Lampung, 12 Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................
DAFTAR
ISI...........................................................................................................................................
BAB I ( PENDAHULUAN )
1.1Latar Belakang
................................................................................................................................
1.2Tujuan..............................................................................................................................................
BAB II ( PEMBAHASAN )
2.1Pengertian sistem imun dasar imunitas atau
kekebalan..............................................................
2.1.1 jenis imunitas.............................................................................................................................
2.1.2pertahanan sistem
imun..............................................................................................................
2.1.3 stadium respon
imun.................................................................................................................
2.1.4 faktor yang mempengaruhi fungsi sistem
imun.........................................................................
2.2 menjelaskan gangguan pada sistem
imun..................................................................................
2.2.1 Autoimun
..................................................................................................................................
2.2.2 Bullous
pemphigoid..................................................................................................................
2.2.3
imunodefisiena........................................................................................................................
2.3 penatalaksanaan gangguan imun
.............................................................................................
BAB III ( PENUTUP)
3.1
KESIMPULAN..................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lingkungan kita mengandung
bermacam-macam agen infeksi, seperti virus, jamir, dan parasit dengan ukuran ,
bentuk, sifat yang berbeda-beda. Banyak dari agen ini yang dapat menyebabkan
kerusakan patologis dan akhirnya membunuh hospes jika penyebarannya tidak
dihambat. Pada individu normal, sebagian besar infeksi berlangsung dalam waktu
terbatas dan menyebabkan sedikit sekali kerusakan permanen karena sistem imun
melawan agen infeksi dan mengendalikan atau melenyapkannya sebelum mendapatkan
tempat berpijak.
Akhir-akhir ini kita juga mendengar bahwa penyakit infeksi semakin tinggi angka
kejadiannya. Baik itu yang disebabkan oleh mikroorganisme asing maupun terjadi
gangguan pada system imun hospes sendiri. Selain penyakit, kasus-kasus alergi
juga semakin banyak, entah itu karena bahan kimia, makanan, ataupun hal yang
lain. Namun, tubuh hospes sendiri sudah dilengkapi oleh sederetan mekanisme
pertahanan yang bekerja sebagai payung protektif untuk mencegah mikroorganisme
masuk dan menyebar di seluruh tubuh. Dan semua kejadian ini berhubungan dengan
sistem pertahanan tubuh yaitu sistem imun. Perlu diketahui bahwa fungsi primer
sisitem imun adalah melenyapkan agen infeksi dan meminimalkan kerusakan yang
terjadi.
Oleh karena itu, kelompok berpendapat bahwa sangat penting untuk mempelajari
sistem imun, yang meliputi anatomi fisologinya, penatalaksanaan, dan macam-macam
gangguan pada sistem imun.
1.2
Tujuan
a. Mengetahui anatomi fisiologis dari system imun
b. Mengetahui konsep dari gangguan system imun
- Autoimun
- Imunodefisiensi
- Hipersensitifitas
c. Mengetahui penatalaksanaan dari setiap gangguan dari system imun.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Menjelaskan Sistem Imun Dasar Imunitas atau kekebalan
Sistem imun adalah sistem mekanisme
pada organism yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar
dengan mengidentifikasi dan membunuh pathogen serta sel tumor. Sistem ini
mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan
melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus, sampai parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang
sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini
sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi
organisme. Untuk dapat masuk ke dalam jaringan tubuh, benda asing harus
melewati beberapa penghalang, antara lain kulit, membrane mukosa, protein
antimikroba, sel fagosit, dan limfosit.
a) Fungsi sistem imun:
Kesehatan kita dipengaruhi
langsung oleh Sistem Imun / Sistem Kekebalan Tubuh. Sistem
Imun adalah sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sebuah sistem dalam
tubuh kita yang memiliki peran vital bagi kelangsungan hidup kita.
fungsi penting yang harus dimiliki sistem
- Kemampuannya untuk mengenali
benda-benda asing seperti bakteri, virus, parasit, jamur, sel
kanker, dll. Fungsi ini sangat penting, karena harus bisa
membedakan mana kawan ( bakteri yang menguntungkan dan sel tubuh
yang baik ) mana lawan ( virus, bakteri jahat, jamur,
parasit, radikal bebas dan sel-sel yang bermutasi yang bisa menjadi
tumor/kanker ) dan mana yang orang biasa ( alergen,
pemicu alergi ) yang harus dibiarkan lewat.
- Bisa bertindak secara khusus untuk
menghadapi serangan benda asing itu
- Sistem Imun mengingat
penyerang-penyerang asing itu ( rupa & rumus kimiawi antibodi
yang digunakan untuk mengalahkan mereka yang disimpan didalam Transfer
Factor tubuh ) sehingga bisa dengan cepat menolak serangan ulang di masa
depan.
Sistem imun
yang sehat adalah sistem imun yang seimbang yang bisa
meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan penyakit.
1.
Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan &
menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh
2. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel) untuk
perbaikan jaringan.
3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal
b)
Tipe sistem imun
Secara umum sistem imun manusia terbagi dalam dua, yaitu : alamiah dan adaptif
(spesifik). Sistem imun alamiah terentang luas, mulai dari air mata, air liur,
keringat (dengan pHnya yang rendah/asam), bulu hidung, kulit, selaput lendir,
laktoferin dan asam neuraminik (pada air susu ibu), sampai asam lambung
termasuk di dalamnya. Secara lebih mendetail di dalam cairan tubuh seperti air
mata atau darah terdapat komponen sistem imun alamiah yang antara lain terdiri
dari fasa cair seperti IgA (Imunoglobulin A), Interferon, Komplemen, Lisozim,
ataupun c-reactive protein (CRP). Sementara fasa seluler terdiri dari sel-sel
pemangsa (fagosit) seperti sel darah putih (polymorpho nuclear/PMN), sel-sel
mono nuklear (monosit atau makrofag), sel pembunuh alamiah (Natural Killer),
dan sel-sel dendritik. Sedangkan pada sistem imun adaptif terdapat sistem dan
struktur fungsi yang lebih kompleks dan beragam. Sistem imun adaptif terdiri
dari sub sistem seluler yaitu keluarga sel limfosit T (T penolong dan T
sitotoksik) dan keluarga sel mono nuklear (berinti tunggal). Sub sistem kedua
adalah sub sistem humoral, yang terdiri dari kelompok protein globulin terlarut
yaitu: Imunoglobulin G,A,M,D, dan E. Imunoglobulin dihasilkan oleh sel limfosit
B melalui suatu proses aktivasi khusus, bergantung kepada karakteristik antigen
yang dihadapi. Secara berkesinambunangan dalam jalinan koordinasi yang
harmonis, sistem imun baik yang alamiah maupun adapatif senantiasa bahu-membahu
menjaga keselarasan interaksi antara sistem tubuh manusia dengan media hidupnya
(ekosistem).
·
LETAK DAN
STRUKTUR SISTEM IMUN
Pada
hakekatnya sistem imunitas terbentuk dari :
§
Sel-sel darah putih
§
Sumsum tulang
§
Jaringan limfoid yang mencakup
§
kelenjar timus,
§
kelenjar limfe,
§
lien,
§
tonsil serta
§
adenoid,
Di antara sel-sel darah putih yang terlibat
dalam imunitas terdapat limfosit B (sel B) dan limfosit T (sel T). Kedua jenis
sel ini berasal dari limfoblast yang dibuat dalam sumsum tulang.
§
Limfosit B mencapai maturitasnya
dalam sumsum tulang dan kemudian memasuki sirkulasi darah.
§
Limfosit T bergerak dari sumsum
tulang ke kelenjar timus tempat sel2 tersebut mencapai maturitasnya menjadi
beberapa jenis sel yang dapat melaksanakan berbagai fungsi yang berbeda.
Kelenjar limfe yang tersebar di
seluruh tubuh menyingkirkan benda asing dari sistem limfe sebelum benda asing
tersebut memasuki aliran darah dan juga berfungsi sebagai pusat untuk
proliferasi sel imun Lien yang tersusun dari pulpa rubra dan alba bekerja
seperti saringan.Tonsil dan adenoid serta jaringan limfatik mukoid lainnya,
mempertahankan tubuh terhadap serangan mikroorganisme.
·
Sumsum
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel
induk dalam sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah,
sel darah putih (termasuk limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel dari
sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat lain.
·
Timus
Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses
pematangan sebelum lepas ke dalam sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T
untuk mengembangkan atribut penting yang dikenal sebagai toleransi diri.
·
Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring
di sepanjang perjalanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher,
axillae, selangkangan dan para-aorta daerah. Pengetahuan tentang situs kelenjar
getah bening yang penting dalam pemeriksaan fisik pasien.
·
Mukosa
jaringan limfoid terkait (MALT)
Di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam
kelenjar getah bening dan limpa, jaringan limfoid juga ditemukan di tempat
lain, terutama saluran pencernaan, saluran pernafasan dan saluran urogenital.
·
Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita
adalah limpa. Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih.
Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah,
lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilak-sanakan
organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran
luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat
menakjubkan.
Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan
sejumlah ter-tentu sel darah (sel darah merah dan trombosit). Kata “menyimpan”
mungkin menimbulkan kesan seakan ada ruang terpisah dalam limpa yang dapat
dijadikan tempat penyimpanan.
c) Mekanisme kerja sistem imun
Keberadaan mikroba patogen dapat
menimbulkan dampak-dampak yang tidak diharapkan akan memicu sistem imun untuk
melakukan tindakan dengan urutan mekanisme sebagai berikut : introduksi, persuasi,
dan represi.
Meskipun komplemen dapat diasosiasikan
sesuai artinya, yaitu pelengkap, namun sesungguhnya fungsinya amatlah vital.
Faktor komplemen bertugas untuk menganalisa masalah untuk selanjutnya
mengenalkannya kepada imunoglobulin, untuk selanjutnya akan diolah
dandipecah-pecah menjadi bagian-bagian molekul yang tidak berbahaya bagi tubuh.
Setelah itu limfosit T bekerja dengan memakan mikroba patogen. Sel limfosit
terdiri dari dua spesies besar, yaitu limfosit T dan B. Bila limfosit B kelak
akan bermetamorfosa menjadi sel plasma dan selanjutnya akan menghasilkan
imunoglobulin (G,A,M,D,E), maka sel T akan menjadi divisi T helper, T
sitotoksik, dan T supresor.
Dalam kondisi yang berat akan terjadi beberapa proses berikut : sel limfosit T
akan meminimalisasi efek patogenik dari mikroba patogen dengan cara bekerjasama
dengan antibodi untuk mengenali dan merubah antigen dari mikroba patogen
menjadi serpihan asam amino melalui sebuah mekanisme yang disebut Antibody
Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Selain itu sel limfosit T bersama dengan
sel NK (Natural Killer) dan sel-sel dendritik dapat bertindak langsung secara
represif untuk menghentikan kegiatan mikroba patogen yang destruktif melalui
aktivitas kimiawi zat yang disebut perforin. Dalam beberapa kondisi khusus, sel
limfosit T dapat memperoleh bantuan dari sel makrofag yang berperan sebagai
Antigen Presenting Cell (APC) alias sel penyaji antigen.
Sedangkan Sel limfosit B bertugas
untuk membangun sistem manajemen komunikasi terpadu di wilayah cairan tubuh
(imunitas humoral). Bila ada antigen dari unsur asing yang masuk, maka sel
limfosit B akan merespon dengan cara membentuk sel plasma yang spesifik untuk
menghasilkan molekul imunoglobulin yang sesuai dengan karakteristik antigen
dari unsur asing tersebut.
d) Sel
– sel sistem imun
ü SEL-SEL IMUN NON
SPESIFIK
1. Sel Fagosit
A.Fagosit Agranulosit
a) Sel Monosit : sel yang berasal dan matang di sum-sum tulang dimana setelah
matang akan bermigrasi ke sirkulasi darah dan berfungsi sebagai fagosit
b) Sel makrofag : diferensiasi dari sel monosit yang berada dalam sirkulasi.
Ada 2 golongan, yaitu:
C)Fagosit professional: monosit dan makrofag yang menempel pada permukaan dan
akan memakan mikroorganisme asing yang masuk. Monosit dan makrofag juga
mempunyai resepto interferon dan Migration Inhibition Factor (MIF).
Selanjutanya monosit dan makrofag diaktifkan oleh Macrophage Activating Factor
(MAF) yang dilepas oleh sel T yang disensitasi.
Antigenþ
Presenting Cell (APC): sel yang mengikat antigen asing yang masuk lalu
meprosesnya sebelum dikenal oleh limfosit. Sel-sel yang dapat menjadi APC
antara lain: kelenjar limfoid, sel
Langerhans di kulit, Sel Kupffer di hati, sel mikrogrial di SSP dan sel
B. Fagosit
Garnulosit
1. Neutrofil : mempunyai reseptor untuk fraksi Fc antibody dan komplemen yang
diaktifkan.
2. Eosinofil: eosinofil dapat dirangsang untuk degranulasi sel dimana mediator
yang dilepas dapat menginaktifkan mediator- mediator yang dilepas oleh
mastosit/basofil pada reaksi alergi. eosinofil mengandung berbagai granul
seperti Major Basic Protein (MBP), Eosinophil Cationic Protein (ECP),
Eosinophil Derived Neurotoxin (EDN) & Eosinophil Peroxidase (EPO) yang
besifat toksik dan dapat menghancurkan sel sasaran bila dilepas.
2. Sel Nol
Berupa Large Granular Lymphocyte (LGL) yang terbagi dalam sel NK (Natural
Killer) dan sel K (Killer). Sel NK dapat membunuh sel tumor dengan cara
nonspesifik tanpa bantuan antibody sedang sel K merupakan efektor Antibody
Dependent Cell (ADCC) ynag dapat membunuh sel secara nonspesifik namun bila sel
sasaran dilapisi antibody.
3. Sel Mediator
Basofil dan Mastosit: melepaskan bahan-bahan yang mempunyai aktivitas biologic
antara lain: meningkatkan permeabilitas vaskuler dan respons inflamasi.
Trombosit: berfungsi pada homeostasis, memodulasi respons inflamasi, sitotoksik
sebagai selefektor dan penyembuhan jaringan.
ü B. SEL – SEL IMUN SPESIFIK
1. Sel
T
Petanda Permukaan: mempunyai resptor selÜ yang
dapat dibedakan dengan yang lain, beberapa macam sel T:
T11 : Penanda bahwa sel T sudang matang¥
T 4 dan T8 : T4 berfungsi sebagai¥
pengenalan molekul kelas II MHC dan T8 dalam pengenalankelas I MHC
T3 : resptor yang diperlukan¥
untukperangsangan sel T
¥ TcT
(Terminal deoxyribonuckleotidyl Transferase) : enzim yang diperlukan untuk
menemukan pre T cell
¥
Petanda Cluster Differentiation (CD) : berperan dalam meneruskan sinyal
aktivasi yang datang dari luar sel ke dalam sel (bila ada interaksi antara
antigen molekul MHC dan reseptor sel T)
Petanda fungsionalÜ
Mitogen dan lectin merupakan alamiah yang berkemampuan mengikat dan merangsang
banyak klon limfoid untuk proliferasi dan diferensiasi.
* Subkelas Sel TÜ
Sel Th (T Helper) : menolong sel b dalamF memproduksi antibody
F Sel
Ts (T Supresor): menekan aktivitas sel T yang lain dan sel B. Sibagi menjadi
Sel Ts spesifik untuk antigen tertentu dan sel Ts nonspesifik
Sel Tdh / TdF
(delayed hypersensivity): berperan pada pengerahan makrofag ddan sel inflamasi
lain ke tempat terjadinya reaksi hipersensivitas tipe lambat.
Sel Tc (cytotoxic): berkemampuan untukF
menghancurkan sel allogeneic dan sel sasaran yang mengandung virus.
2. Sel B
Sel yang berploriferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mampu
membentuk dan melepan antibody atas pengaruh sel T. macam macam antibody yang
dihasilkan:
¥ Ig G
: berjumlah 75% dari seluruh Imunoglobin, terdapat dalam jaringan & serum
(darah, cairan SSP)ม mengaktifkan sistem
komplemen sehingga berperan dalam imunitas selularม Ig G
dapat menembus plasenta masuk k fetus
* Ig A: berjumlah¥ 15%
dari seluruh Imunoglobin, terdapat dalam cairan tubuh (darah,saliva,air mata,
ASI, sekret paru, GI, dll), Ig A dpt menetralisir toksin & mencegah
terjadinya kontak antara toksin dgn sel sasaran
Ig M :¥
berjumlah 10% dari seluruh Imunoglobin, Merupakan antibodi pertama yang
dibentuk dalam respon imun, kebanyakan sel B mengandung IgM pada permukaannya
sebagai reseptor antigen, dapat mencegah gerakan mikroorganisme, memudahkan
fagositosis & aglutinator kuat terhadap antigen
Ig D :¥
berjumlah 0,2% dari seluruh Imunoglobin, merupakan komponen utama pada
permukaan sel B & penanda dari diferensiasi sel B yang lebih matang,
Ditemukan dgn kadar rendah dlm sirkulasiใ
¥ Ig E
: berjumlah 0,004% dari seluruh Imunoglobin, Ig dengan jumlah tersedikit namun
sangat efisien, terdapat dalam serum, mudah diikat oleh mast cell, basofil
& eosinofil yang pada permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dr Ig
E.s
2.1.2
Jenis Imun
A.
Imun: alami dan di dapat
Ada dua tipe umum imunitas, yaitu : alami (natural) dan di dapat ( akuisita).
Setiap tipe imunitas meaninkan peranann yang berbeda dalam mempertahankan tubuh
terhadap para penyerang yang berbahaya, namun berbagai komponen biasanya
bekerja dengan cara yang saling tergantung yang satu dengan yang lain.
Imunitas alami
Imunitas alami merupakan kekebalan yang non-spesifik yang di temukan pada saat
lahir dan memberikan respon non-spesifik terhadap setiap penyerang asing tampa
memperhatikan kompossisi penyerang tersebut. Dasar mekanisme pertahanan aalami
semata-mata merupakan kemampuan untuk membedakan antara sahabat dan musuh atau
antara diri sendiri dan bukan diri sendiri.
Mekanisme alami semacam ini
mencakup :
a. Sawar ( barier) fisik
Mencakup kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga mikro organism pathogen
dapat di cegah agar tidak masuk kedalam tubuh, dan silia pada traktus
respiratorius bersama respon batuk serta bersin yuang bekerja sebagai filter
dan membersihkan saluran napas atas dari mokro organism pathogen sebel;um mikro
organism tersebut menginflasi tubuh lebuh lajut.
b. Sawar (barier) kimia
Mencakup getah lambung yang asam, enzim dalam air mata serta air liur (saliva)
dan substansi dalam secret kelenjar sbasea serta lakrimalis, bekerja dengan
cara non-spesifik untuk menghancurkan bakteri dan jamur yang menginvasi tubuh.
Virus dihadapi dengan cara interveron yaitu salah satu tipe pengubah (modifier)
respon biologi yang meruakan substansi virisaida non-spesifik yang secara alami
yang diprodukasi oleh tubuh dan dapat mengaktifkan komponen lainya dari system
imun.
c. Sel darah putih ( leukosit)
Leukosit granular atau granolosit mencakup neutrofil (leukosit polimorfonuklear
atau PMN karena nukleusnya terdiri atas beberapa lobus) merupakan sel pertama
yang tiba pada tempat terjadinya inflamasi. Eosinofil dan basofil yaitu tipe
leukosit .ain yang neningkat jumlahnya pada saart terjadi reaksi alergi dan
respon terhadap stress. Granulosit akan memerangi serbuan benda asing atau
toksin dengan melepaskan mediator sel seperti histamine, brandikinin,
prostaglandin, dan akan menyerang benda asing atau toksin tersebut.
Leukosit non granuler mencakup monosityang berfungsi sebagai sel fagosit yang
dapat menelan, mencerna, dan menghancurkan benda asing atau toksin dalam jumlah
yang lebih besar dibandingkan granulosit dan limfosit yang trdiri atas sel T
dan sel B yang memainkan peranan utama dalam imunitas humoral dan imunitas yang
diantarai oleh sel.
d. Respon inflamasi
Merupakan fungsi utama dari sistem imun alami yang dicetuskan sebagai reaksi
terhadap cidera jaringan atau mikro organism penyerang. Zat-zat mediator komia
turut membantu respon inflamasi untuk mengurangi kehilangan darah, mengisolasi
mokro organism penyerang, mengaktifkan sel-sel fagosit, dan meningkatkan
pembentukan jaringan parut fibrosa serta regenerasi jaringan yang cedera.
Imunitas yang di dapat.
Imunitas yang didapat (acquired imunity) terdiri atas respon imun yang tidak di
jumpai pada saat lahir tetapi diperoleh dalam kehidupan seseorang. Imunitas
didapat biasanya terjadi setelah seseorng terjangkit penyakit atau mendapatkan
imunisasi yang menghasilkan respon imun yang bersifat protektif. Ada dua tipe
imunitas yang di dapat, yaitu aktif dan pasif. Pada imunitas didapat yang aktif
, pertahanan imunologi akan dibetuk oleh tubuh orang yang dilindungi oleh
imunitas tersebut dan umumnya berlangsung selama bertahun-tahun bahkan seumur
hidup. Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas temporer yang di
transmisikan dari sumber lain yang sudah memiliki kekebala setelah menderita
sakit atau menjalani imunisasi.
2.1.3
Pertahanan Sistem Imun
Saat tubuh terserang atau diinfasi oleh bakteri atau virus atau mikro
organmisme pathogen lainya maka ada tiga macam cara yang dilakukan tubuh untuk
mempertahankan dirinya sendiri, yaitu :
a. Respon imun fagositik
Meliputi sel darah putih (granulosit dan makrofag) yang dapt memakan
partikel-partikel asing. Sel ini kan bergerak ketempat serangan dan kemudian
menelan serta menghancurkan mikroorganism penyerang.
b. Respon humoral (respon anti body)
Respon ini mulai bekerja dengan terbentuknya limfosit yang dapat mengubah
dirinya menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibody. Antibodi ini
merupakan protein yang sangat spesifik diangkut dalam aliran darah dan memiliki
kemampuan untuk melumpuhkan penyerangnya.
c. Respon imun seluler
Respon ini melibatkan limfosit yang mengubah dirinya menjadi sel plasma juga
dapat berubah menjadi sel-sel T sitotoksik khusus yang dapat menyerang
mikroorganisme patogen itu sendiri.
2.1.4
Stadium Respon Imun
Ada empat stadium yang batasnya jelas dalam sutu respon imun,yaitu:
a.
Stadium pengenalan
Dasar
setiap seaksi imun adalah pengenalan dimana kemampuan dari system imunitas
untuk mengenali anti gen sebagai unsure yang asing atau bukan dagian dari
dirinya sendiri. Tubuh akan melaksanakan pengenalan ( recognition) dengan
m,engunakan nodus limfatikus dan limfosit sebagai pengawas (surveilans). Nodus
limfatikus atau kelenjar limfe tersebar luas diseluruh tubuh dan akan
melepaskan limfosit berukuran kecil kedalam alira darah. Limfosit ini akan
mengawasi jaringan dan pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe dari daerah
yang dilayani oleh nodus limfatikus tersebut untuk membentuk system kekebalan.
Ketika bahan asing masuk kedalam tubuh, limfosit yang beredar akan mendekati
dan melakukan kontak fisik dengan permukaan antigen. Begitu terjadi kontak, limfosit
dengan bantuan makrofa dapat menghilangkan anti gen dalam permukaan dengan cara
mengambil cetakan stukturnya.
b. Stadium poliferasi
Limfosit yang beredar dan mengandung pesan antigenic akan kembali pada nodus
limfatikus terdekat. Ketika dalam nodus limfatikus, limfosit yang sudah
disensitisasi akan menstimulasi limfosit yang aktif untuk membesar,
membelahdiri, mengadakan poliferasi, dan berdeferensiasi menjadi limfosit T
atau B.
c. Stadium respon
Dalam stadium respon, limfosit yang sudah berubah akan berfungsi dengan cara
humoral atau seluler. Respon humoral inisial memproduksi antibodi oleh limfosit
B sebagai reaksi terhadap antigen spesifik. Antibody dilepaskan kedalam aliran
darah dan berdiam didalam plasma atau fraksi darah berupa cairan. Dalam respon
seluler inisial limfosit yang sudah disensitisasi dan kembali kenodus
limfatikus akan bermigrasi ke daerah lain untuk mejadi sel-sel Yang akan
menyerang langsung mikroba bukan lewat kerja antibody. Limfosit ini dikenal
sebagai sel T sitotoksit. Respon seluler tampak dengan manivestasi melaui
peningkatan jumlah limfosit.
d. Stadium efektor
Dalam stadium efektor, antibody dri respon humoral atau seltis sitotoksit dari
respon seluler akan menjangkau antigen dan terangkai pada permukaan objek yang
asing.
2.1.5
Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Sistem Imun
a. Usia
- Penurunan kemampuan untuk bereaksi secara memadai terhadap mikroorganisme
yang menginvasinya.
- Terganggunya produksi limfosit B dan T
- Kulit tipis, tidak elastic, neuropati perifer, penurunan àsensitabilitas
serta sirkulasi yang menyertainya ulkus statis dan dekubitus.
b. Gender
- àEstrogen
1. Memodulasi aktivitas limfosit T khususnya sel T supresor
2. Mengaktifkan populasi sel-sel B berkaitan dengan autoimun yang
mengekspresikan marker CD5
3. Cenderung menggalakkan imunitas, sedangkan androgen=imunosupresif
mempertahankan produksi IL-2 dan
aktivitas sel Tà4.
Androgen supresor
5. Lebih sering pada wanita terkait dengan estrogen
• Faktor-faktor psikoneuro-imunologik
• Kelainan organ lain
• Obat-obatan
• Radiasi
c. Faktor psikoneuro-imunologik
d. Kelainan organ yang lain
e. Obat-obatan
f. Radiasi
2.2
Menjelaskan Gangguan pada Sistem Imun
2.2.1 Autoimun
1. Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang
membuat badan menyerang jaringannya sendiri.
2. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai
bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit
(seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan. Bahan
yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah molekul
yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri,
virus, atau sel kanker). Beberapa antigen, seperti molekul serbuk sari atau
makanan, ada di mereka sendiri.
Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai antigen.
Tetapi, biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan
asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan
sendirii. Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan
tubuh sendiri sebagai antibodi asing dan menghasilkan (disebut autoantibodi)
atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini
disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan
jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa
orang menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan
autoimun tidak terjadi
* GANGGUAN
Beberapa Gangguan Autoimun
Gangguan Jaringan yang terkena Konsekwensi
A. Anemia hemolitik autoimun Sel darah merah Anemia (berkurangnya jumlah
sel darah merah) terjadi, menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala
ringan. Limpa mungkin membesar.
Anemia bisa hebat dan bahkan fatal.
B.Bullous pemphigoid (Kulit Lepuh besar, yang kelilingi oleh area
bengkak yang merah, terbentuk di kulit. Gatal biasa. Dengan pengobatan,
prognosis baik.)
Sindrom Goodpasture Paru-paru dan ginjal Gejala, seperti pendeknya
nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin berkembang.
Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan paru-paru atau ginjal
hebat terjadi.
C.Penyakit
Graves Kelenjar tiroid Kelenjar gondok dirangsang dan membesar,
menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid (hyperthyroidism). Gejala mungkin
termasuk detak jantung cepat, tidak tahan panas, tremor, berat kehilangan, dan
kecemasa. Dengan pengobatan, prognosis baik.
D.Tiroiditis
Hashimoto
Kelenjar tiroid Kelenjar gondok meradang dan rusak, menghasilkan kadar hormon
thyroid rendah (hypothyroidism). Gejala seperti berat badan bertambah, kulit
kasar, tidak tahan ke dingin, dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup dengan
hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna.
E.Multiple
sclerosis
Otak dan spinal cord Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel
tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya. Gejala mungkin termasuk
kelemahan, sensasi abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan
otot, dan sukar menahan hajat. Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin
datang dan pergi. Prognosis berubah-ubah.
Myasthenia gravis Koneksi antara saraf dan otot (neuromuscular junction) Otot,
teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan lelah dengan mudah, tetapi
kelemahan berbeda dalam hal intensitas. Pola progresivitas bervariasi secara
luas. Obat biasanya bisa mengontrol gejala.
Pemphigus Kulit Lepuh besar terbentuk di kulit. Gangguan bisa mengancam hidup.
Pernicious anemia Sel tertentu di sepanjang perut Kerusakan pada sel sepanjang
perut membuat kesulitan menyerap vitamin B12. (Vitamin B12 perlu untuk produksi
sel darah tua dan pemeliharaan sel syaraf).
F.Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan
sakit kepala ringan.
Syaraf bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan kehilangan sensasi. Tanpa
pengobatan, tali tulang belakang mungkin rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan
sensasi, kelemahan, dan sukar menahan hajat. Risiko kanker perut bertambah.
Juga, dengan pengobatan, prognosis baik.
G.Rheumatoid arthritis Sendi atau jaringan lain seperti jaringan
paru-paru, saraf, kulit dan jantung Banyak gejala mungkin terjadi.termasuk
demam, kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan sendi, merusak bentuk sendi,
pendeknya nafas, kehilangan sensasi, kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan
bengkak di bawah kulit.
Progonosis bervariasi
1. Systemic lupus erythematosus (lupus) sendi, ginjal, kulit, paru-paru,
jantung, otak dan sel darah Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi cacat.
2. Gejala anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan ringan-headedness, dan yang
dipunyai ginjal, paru-paru, atau jantung mengacaukan, seperti kepenatan,
pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit dada, mungkin terjadi. Bercak mungkin
timbul.
3. Ramalan berubah-ubah secara luas, tetapi kebanyakan orang bisa menempuh
hidup aktif meskipun ada gejolak kadang-kadang kekacauan.
4. Diabetes mellitus tipe 1 Sel beta dari pankreas (yang memproduksi insulin)
Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang air kecil, dan selera makan,
seperti komplikasi bervariasi dengan jangka panjang. Pengobatan seumur hidup
dengan insulin diperlukan, sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena
tidak cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks iinsulin yang cukup.
Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya
parah dan bertahan hingga waktu yang lama.
5. Vasculitis Pembuluh darah Vasculitis bisa mempengaruhi pembuluh darah di
satu bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal, paru-paru, atau usus)
atau beberapa bagian. Ada beberapa macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit
abdominal, kehilangan berat badan, kesukaran pernafasan, batuk, rasa sakit
dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan gejala kerusakan syaraf atau
kegagalan ginjal) bergantung pada bagian badan mana yang dipengaruhi. Prognosis
bergantung pada sebab dan berapa banyak jaringan rusak. Biasanya, prognosis
lebih baik dengan pengobatan.
ETIOLOGI
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :
• Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan
demikian disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran
darah.Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke
dalam aliran darah.Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali
mata sebagai benda asing dan menyerangnya.
• Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari,
atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem
kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di
badan. Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk
menyerangnya.
• Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan.
Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan
mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit
kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia.
Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah
sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari deman rumatik).
• Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel
darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang
beberapa sel badan.
Genetik juga mempengaruhi kekacauan imunitas. Kerentanan kekacauan, daripada
kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu pemicu,
seperti infeksi virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan
berkembang. Faktor Hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan
autoimun lebih sering terjadi pada wanita.
GEJALA
- Demam.
- Rasa sakit,
- Merusak bentuk sendi,
- Kelemahan,
- Penyakit kuning,
- Gatal,
- Kesukaran pernafasan,
- Penumpukan cairan (edema),
- Kematian.
DIAGNOSA
- Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai
gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali
meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu
kemampuan sel darah merah (erythrocytes) untuk tetap ada di darah. Sering,
jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi produksi
mereka. Tetapi, radang mempunyai banyak sebab, banyak diantaranya yang bukan
autoimun.
- Antibodi antinuclear, yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan
faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi,
yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Tetapi antibodi ini pun
kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan
autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan
tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.
2.2.3 Imunodefisiensi
* GANGGUAN FUNGSI SISTEM IMUN PENYAKIT YANG MENYERTAI
1. Sel B
2. Sel T
3. Fagosit
4. komplemen
Infeksi bakteri rekuren seperti otitis media, pnemumonia rekuren
Kerentanan meningkat terhadap virus, jamur, dan protozoa
Infeksi sistemik oleh bakteri yang dalam keadaan biasa mempunyai virulensi
rendah, infeksi bakteri piogenik
Infeksi bakteri, autoimunitas
*. Fungsi
yang berlebihan
1. Sel B
2. Sel T
3. Fagosit
4. kompelemen
Gamopati monoklonal
Kelebihan sel Ts yang menimbulkan infeksi dan penyakit limfoproliferatif
Hipersensitivitas, beberapa penyakit autoimun
Edem angioneurotik akibat tidak adanya inhibitor esterase CI
• awitan gejala klinis penyakit defisiensi kongenital biasanya jarang dibawah
usia 3-4 bulan, karena ada efek proteksi dari antibodi maternal'
• organ tubuh yang sering terkena adalah saluran napas yang diserang bakteri
piogenik atau jamur.
• Infeksi yang berulang atau infeksi yang tidak umum merupakan petanda penting
defisiensi imun.
2.2.4
Hipersensitifitas
Hipersensitifitas/Alergi
Definisi: adalah reaksi imun patologik,
kerusakan jaringan tubuh.àterjadi
akibat respon imun berlebihan
1. Hipersensitifitas anafilaktik (Tipe I)
Hipersensitifitas Tipe satu memerlukan kontak sebelumnya dengan antigen yang
spesifik sehingga terjadi produksi antibody IgE oleh sel-sel plasma (Sel T
helper membantu menggalakkan reaksi ini).
Mekanisme yaitu:
Allergen+Sel B--> IgE+Sel mast--> allergen sama dan
baru-->IgE+allergen pada
sel mast-->histamin-->gejala
a. Gejala klinis ditentukan oleh jumlah allergen, jumlah mediator yang
dillepas, sensitifitas target organ dan àjalur
masuknya allergen anafilaksis local dan sistemik.
b. Penyakit atopic
Hipersensitifitas satu mengakibatkan faktor genetic. Ditandaiàpenyakit
atopic/alergi dengan anaflaksis, rhino konjungtifitas alergi, dermatitis
atopic, urtikaria, angioderma, alergi gastrointestinal, dan asma
2. Hipersensitifitas Sitotoksik (Tipe II)
Terjadi jika system kekebalan secara keliru mengenali konstituen tubuh yang
normal sebagai benda asing. Tipe ini meliputi pengikatan antibody àIgG/IgM
dengan antigen yang terikat sel pengaktifan rantai komplemen dan destruksi sel
yang menjadi tempat antigen terikat.
Contoh 1: sindrom Goodpasture:
- Dihasilkan antibody terhadap jaringan
paru dan ginjal rusakàparu
dan ginjal
Contoh 2: hemolitik RH
- Kelainan hemolitik Rh pada bayi baru lahir
destruksi sel darah merah.àdan
reaksi transfuse darah tidak kompatibel
3. Hipersensitifitas Kompleks Imun (Tipe III)
Kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibody dan dibersihkan
dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik. Jika kompleks ini bertumpuk
dalam cedera. Sehinggaàjaringan
atau endhotelium vaskuler terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler dan cedera
jaringan.
rentan pada cederaà-
Persendian dan ginjal ini.
Contoh: SLE, artritits rheumatoid, tipe nefritis
4. Hipersensitifitas Tipe Lambat (Tipe IV)
- Terjadi 24-72 jam sesuai kontak dengan allergen
- Tipe ini diperantai oleh makrofag dan sel T yang sudah tersensitisasi
Contoh: efek penyumtikan intradermal antigen tuberculin sel sel T yang
tersensitisasi bereaksi dengan antigen pada atau di dekat tempat penyuntikan.
menarik, mengaktifkan,à-
Pelepasan limfokin mempertahankan sel-sel makrofag pada tempat tersebut.
à-
Pelepasan lisozim untuk makrofag kerusakan jaringan
- Edema untuk penyebab timbulnya reaksi
tuberculin yang positifàdan
fibrin
- Dermatitis kontak akibat kontak dengan allergen, misalnya kosmetika
- sensitisasiàKontak
primer
- reaksi hipersensitifitas yang tersusun
dari molekulàKontak
ulang berat diproses sel-sel Langerhansà
terikat dengan proteinàdan
rendah dalam gatal-gatal, eritema, lesi
yang menonjolàkulit
2.3 Penatalaksanaan Gangguan Imun
2.3.1 Autoimun
1. Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti
azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan
methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkal denganjangka
panjang.
Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan
untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab
infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker
meningkat.
2. Kortikosteroid, biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik
menekan sistem kekebalan tubuh. Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka
panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai
untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk.
Tetapi, kortikosteroid kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak
terbatas.
3. Gangguan autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan
tiroid) juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan
kortikosteroid. Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.
4. Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor
necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat
efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin
berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya,
seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan
kanker tertentu.
5. Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah
dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang
disaring dikembalikan kepada pasien.
Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai.
Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang
hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan.
2.3.2 Imunodefisiensi
a. Imunodefisiensi Primer
• Disfungsi Fagosotik
- Terapi dengan faktor penstimulasi koloni
protein ini akan menarik sel-sel dariàgranulosit-makrofag/granulosit
sumsum tulang dan memperceat maturasinya (Gm-CSF/G-CSF)
- Terapi antivirus, antibiotic, antifungal, dan anti protozoa
- Suntikan anemina perniosiosaàvitamin
B12
• Defisiensi Sel-B
terpai pengganti dengan suntikan gammaà-
Penederita CVID globulin IV
- Terapi antimikroba (mencegah infeksi respiratorius, komplikasi seperti
pneumonia, sinusitis/otitis media)
- Metronidazol (flagyl)/kuinakrin hidroklorida (Atabrine) selama 7 hari jika
adaya infestasi intertisnal oleh Giardia Lamblia
jikaà-
Suntikan vitamin B12 sebulan sekali ada anemia pernisiosa.
• Defisiensi Sel-T
- Terapi topical dengan mikronazol
- Suntikan amfoterisin B IV
- Terapi oral dengan angens klotrimazol dan ketokonazol
• Defisiensi sel B dan sel T
- Transplantasi sumsum tulang
- Suntikan immunoglobulin IV
- Faktor yang berasal dari thymus
- Transplantasi kelenjar thimus
Defisiensi Primer Secara Umumn
- Suntikan gamma Immnunoglobulin IV
- Terapi rekonstruksi dengan sel-sel
transplantasi sumsum tulang serta kelenjar thymus janinàprekursor
b. Imunodefisiensi Sekunder
- Penegakan diagnosis
- Pelaksanaan terapi terhadap proses penyakit yang mendasari.
2.3.3 Hipersensitifitas
- Resusitasi kardiopulmoner jika henti jantung
- Penigkatan pemberian oksigen jika terjadi kardiopulmoner, dispnea, mengi, dan
sianosis
- Epinefria disuntikkan
BAB III
KESIMPULAN
Imunitas mengacu kepada respons protektif tubuh yang spesifik terhadap benda
asing atau mikroorganismeyang menginvasinya. Komponen dan fungsi pada imunitas
terdiri leukosit, sumsum tulang, jaringan limfoid yang terdiri dari kelenjar
thymus, limfe, tonsil, lien,tonsil serta adenoid, dan jaringan serupa.
Dari leukosit terdapat sel B dan sel T. sel B mencapai maturasinya pada sumsum
tulang dan sel T mencapai maturasinya di kelenjar thymus. Imunitas dibagi
menjadi imunitas alami dan imunitas yang didapat. Imunitas alami merupakan
respons nonspesifik terhadap setiap penyerang asing tanpa mempertahankan
komposisi penyerang tersebut.
Mekanismenya mencakup sawar fisik, kimia, sel darah putih, respon inflamasi.
Imunitas yang didapat terdiri dari respon imun yang tidak dijumpai pada saat
lahir tetapi akan diperoleh kemudian dalam hidup seseorang. Biasanya terjadi
setelah seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang
menghasilkan respon imun yang bersifat protektif.
Terdapat 2 tipe pada imunitas yang didapat yaitu imunitas didapat
aktif dan pasif. Pertahanan system imun dibagi pada respons imun fagositik,
respon humoral/antibody respon, dan respon imun seluler. Disamping system
pertahanan, terdapat stadium respon imun; yakni stadium pengenalan,
bersirkulasi, proliferasi, respon, dan efektor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi system imun yaitu usia, gender,
faktor-faktor psikoneuro-imunologik, kelainan organ lain, obat-obatan dan
radiasi.
Gangguan system imun terdiri dari (autoimun, imunodefisiensi, dan
hipersensitifitas).
a. Autoimun adalah kegagalan fungsi system kekbalan tubuh yang membuat
badan menyerang jaringannya sendiri. Penyebabnya adalah senyawa normal di tubuh
berubah, “demam reumatik”, keturunan, dan faktor hormonal.
Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan defisiensi pada sel-sel
fagositik pada sel-sel fagositik, limfosit B dan limfosit T/ komplemen.
b. Imunodefisiensi bisa diklasifikasikan sebagai kelainan
primer/sekunder dan dapat pula berdasar komponen yang terkena pada system imun
tersebut. Imunodefisiensi sekunder lebih sering dijumpai, akibat dari proses
penyakit yang mendasarinya. Penyebabnya malnutrisi, stress kronik, luka bakar,
uremia, DM, kelainan autoimun, AIDS. Penderita ini mengalami imunosupresi dan
sering disebut hospes yang terganggu kekebalannya (immunocompromised host).
Gangguan imun yang terakhir adalah hipersensitivias adalah reaksi tipe 1 yang
memerlukan kontak sebelumnya dengan antigen yang spesifik sehingga terjadi
produksi antibody IgE oleh sel-sel plasma (sel T helper membantu menggalakkan
reaksi ini).
·
Penatalaksanaan dari
beberapa gangguan Autoimun adalah imunosupresan, etanercept, infliximab,
adalimumad, abatacept, rituximad, kortikosteroid, dan plasmaparesis.
Mayoritas pengobatan ini menekan system kekebalam tubuh dan mengganggu
kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.
Pada pengobatan imunodefisiensi dibagi menjadi primer dan sekunder. Penatalaksanaan primer yaitu pemberian
suntikan gamma globulin IV, terapi rekonstruksi dengan sel-sel prekursor,
misalnya ransplantasi sumsum tulang dan kelenjar thymus janin. Pada penderita
defisiensi fagositik, penatalaksanaannya GM-CSF/G-CSF, terapi antivirus,
antibiotic, antifungal dan anti protozoa; suntikan vitamin B 12 bagi anemia
perniosiosa. Dan pada penatalaksanaan imunodefisiensi sekunder yaiu penegakan
diagnosis dan penatalaksanaan terhadap terapi Pada penatalaksanaan
hipersensitivitas adalah resusitasi kardiopulmoner jika terjadi henti jantung,
peningkatan oksigen untuk masalah kardiopulmoner, dispnea, mengi, sianosis.
Pemberian epinefrin yang disuntikkan pada subkutan ekstremitas atas;
antihistamin dan kortikosteroid jika urtikaria dan angiodema, dan vasopresor
bagi masalah tekanan darah.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Price, Wilson. 2005. Pathophysiology Edisi 6. Jakarta:EGC